Mahasiswa Magister Ilmu Kedokteran Tropis FK-KMK UGM Melakukan Fieldtrip Pembelajaran Lapangan di Gunung Kidul: Menggali Konsep One Health untuk Pengendalian Leptospirosis
Gunung Kidul, 10 Desember 2024 – Dalam rangka memperkuat pemahaman mengenai penerapan konsep One Health, mahasiswa Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) melaksanakan kegiatan fieldtrip ke Kelurahan Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Selasa (10/12). Fieldtrip ini merupakan bagian dari pembelajaran mata kuliah One Health dengan tema Leptospirosis, yang melibatkan kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis komunitas.
Gambar 1. Kunjungan ke Puskesmas Saptosari
Kegiatan ini diikuti oleh 12 mahasiswa Magister Ilmu Kedokteran Tropis, didampingi oleh 4 tenaga kependidikan, serta dua dosen yang ahli di bidangnya, yaitu Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama, seorang pakar One Health, dan Dr. Barandi Sapta Widartono, S.Si., M.Si., M.Sc., yang memiliki keahlian dalam pemetaan geografi. Selain itu, kegiatan ini juga mendapat dukungan penuh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, yang diwakili oleh Eko Mujiarto selaku Koordinator Program Zoonosis, Puskesmas Kecamatan Saptosari, serta pemerintah Kelurahan Ngloro.
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi, seperti tikus, atau melalui air dan tanah yang terkontaminasi. Kabupaten Gunung Kidul, dengan karakteristik geografis yang didominasi lahan pertanian dan akses air yang terbatas, memiliki risiko tinggi terhadap penyakit ini. Fieldtrip ini bertujuan untuk memberikan pengalaman lapangan kepada mahasiswa dalam menganalisis risiko, memahami dinamika penyakit zoonosis, dan mengevaluasi langkah-langkah pengendalian yang efektif. Fokus kegiatan adalah mengunjungi dua mantan pasien Leptospirosis di Kelurahan Ngloro yang telah dinyatakan sembuh. Dari kunjungan tersebut, mahasiswa dapat belajar langsung dari pengalaman pasien sekaligus mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan dan sosial yang berkontribusi terhadap penularan penyakit.
Kegiatan Terintegrasi dengan Pendekatan One Health
Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama menjelaskan bahwa pendekatan One Health menjadi kunci utama dalam penanganan penyakit zoonosis seperti Leptospirosis. Pendekatan ini menekankan pentingnya kolaborasi antara manusia, hewan, dan lingkungan dalam mencegah dan mengendalikan penyakit. “Kita tidak bisa hanya melihat penyakit ini dari sisi klinis saja. Lingkungan tempat tinggal, kebiasaan masyarakat, dan keberadaan hewan pembawa penyakit juga perlu diperhatikan. One Health adalah solusi holistik untuk memastikan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem secara bersamaan,” ujar Prof. Wayan saat memberikan pengarahan kepada mahasiswa di lokasi.
Dr. Barandi Sapta Widartono menambahkan bahwa penggunaan teknologi pemetaan geografi sangat penting dalam menganalisis pola distribusi penyakit. “Dengan data spasial, kita bisa melihat daerah-daerah dengan risiko tinggi. Pemetaan ini membantu pemerintah daerah dan tenaga kesehatan untuk menentukan lokasi intervensi, sehingga langkah pencegahan bisa dilakukan dengan lebih efektif,” jelasnya.
Kunjungan ke Pasien Leptospirosis
Kegiatan ini semakin bermakna dengan kunjungan ke rumah dua mantan pasien Leptospirosis di Kelurahan Ngloro. Salah satu pasien, Bapak Martono, yang bekerja sebagai petani dan ojek online, menceritakan pengalamannya saat terinfeksi penyakit ini. “Waktu itu saya sering bekerja di sawah tanpa sepatu. Badan saya mendadak demam tinggi dan nyeri, sempat air kencing saya berwarna kecoklatan. Bahkan istri saya yang merawat pun juga ikut kena.” ungkap Martono. Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi mahasiswa, terutama dalam memahami bagaimana kebiasaan masyarakat dan kondisi lingkungan dapat menjadi faktor risiko utama penularan penyakit.
Gambar 2. Kunjungan Mahasiswa ke Kelurahan Ngloro
Di sisi lain, pihak Puskesmas Saptosari menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan Leptospirosis. Mereka berfokus bagaimana caranya agar warga masyarakat semakin aware terhadap
Kolaborasi untuk Pencapaian SDGs
Kegiatan ini mencerminkan komitmen FK-KMK UGM untuk mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Khususnya, tujuan ke-3 (Good Health and Well-being), tujuan ke-6 (Clean Water and Sanitation), serta tujuan ke-17 (Partnerships for the Goals). Melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat, program ini menjadi contoh nyata bagaimana pendekatan lintas sektor dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat.
Eko Mujiarto dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul mengapresiasi kegiatan ini. “Kerja sama seperti ini sangat membantu kami di lapangan. Mahasiswa memberikan sudut pandang baru yang memperkaya strategi kami dalam menangani kasus Leptospirosis. Kami berharap ada tindak lanjut berupa rekomendasi yang bisa diterapkan di daerah lain dengan kondisi serupa,” ujarnya.
Pemetaan dan Intervensi Berbasis Data
Selain kunjungan ke pasien, mahasiswa juga dilibatkan dalam simulasi pemetaan risiko menggunakan data spasial. Dengan bimbingan Dr. Barandi, mereka mempelajari bagaimana cara menganalisis data lingkungan, distribusi populasi hewan, serta pola curah hujan yang memengaruhi penyebaran bakteri Leptospira.
Harapan ke Depan
Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya belajar tentang konsep teoretis One Health, tetapi juga mendapatkan pengalaman nyata yang dapat diterapkan di masa depan. Kegiatan ini menegaskan komitmen FK-KMK UGM khususnya Prodi Magister Ilmu Kedokteran Tropis dalam melahirkan lulusan yang kompeten dan berorientasi pada solusi nyata bagi masyarakat. Dengan pendekatan berbasis lapangan, diharapkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis seperti Leptospirosis dapat semakin efektif, selaras dengan visi global untuk menciptakan dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Penulis: Fikri Wahiddinsyah
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!