YOGYAKARTA – Rizki Maulana Martin, mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengikuti program magang bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam rangkaian magang tersebut, Rizki berkesempatan memperdalam ilmu mengenai kultur dan identifikasi lalat sebagai vektor penyebar penyakit. Program ini dikemas dalam bentuk workshop intensif yang diselenggarakan pada Minggu (15/08/2024) di laboratorium terpadu Kampus Giri Universitas Airlangga.

Workshop ini juga melibatkan mahasiswa dari program profesi dokter hewan Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) Universitas Airlangga, serta mahasiswa S2 Biomedik dan Kedokteran Tropis UGM. Dipandu oleh Ketua Kelompok Riset Pengembangan Deteksi dan Pengendalian Penyakit Hewan & Vektor BRIN, peserta mendapatkan pelatihan mendalam tentang siklus hidup lalat, identifikasi morfologi larva lalat, hingga pengembangan kultur lalat sebagai bagian dari mitigasi risiko penyakit berbasis vektor.

Mengidentifikasi dan Mengelola Vektor Penyakit yang Mematikan
Lalat dikenal sebagai salah satu vektor utama penyebar parasit yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk diare, disentri, dan infeksi saluran pencernaan lainnya. Melalui workshop ini, peserta diajarkan untuk memahami pentingnya pengendalian vektor dengan pendekatan berbasis riset.

Salah satu poin utama dalam pelatihan adalah memahami siklus hidup lalat dan teknik membuat kultur lalat. Peserta memulai dengan mengoleksi sampel lalat dari lingkungan sekitar, memilih lalat dewasa untuk menghasilkan telur, hingga mempersiapkan media inkubasi yang sesuai dengan spesies lalat tertentu. Untuk Chrysomya megacephala, media pemeliharaan menggunakan darah sapi, tisu, dan gula pasir yang dihaluskan. Sedangkan Musca domestica dipelihara dengan campuran susu skim, tepung telur, gula pasir, dan sedikit air. Siklus hidup lalat ini, yang mencakup fase telur, larva, pupa, hingga lalat dewasa, berlangsung selama kurang lebih 21 hari.

Peserta juga belajar cara mengidentifikasi morfologi larva lalat menggunakan mikroskop stereo. Dalam sesi ini, mereka membedah larva lalat (maggot) untuk mengamati organ-organ pentingnya, sebuah keterampilan yang sangat relevan bagi penelitian kedokteran tropis, kedokteran hewan, dan parasitologi.

Lalat: Tidak Selalu Membawa Keburukan
Selain sebagai vektor penyakit, workshop ini juga mengajarkan peserta bahwa lalat dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi bermanfaat. Di dunia forensik, lalat digunakan untuk menentukan waktu kematian mayat berdasarkan jenis dan usia larvanya. Larva lalat Lucilia sercata bahkan digunakan dalam dunia medis untuk mengobati luka pada penderita diabetes. Larva ini hanya memakan jaringan yang telah mati, sehingga mempercepat proses penyembuhan luka tanpa merusak jaringan sehat.

Selain itu, jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) memiliki potensi besar dalam pengelolaan limbah organik. Larva BSF mampu mengurai limbah restoran dan sampah organik kota-kota besar, menghasilkan cairan organik yang dapat digunakan sebagai pupuk alami. Limbah pengolahan ini juga dapat dijadikan pakan ternak unggas, memberikan solusi yang ramah lingkungan dan ekonomis bagi industri peternakan.

Kontribusi Langsung pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Kegiatan ini mencerminkan komitmen kuat terhadap beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), seperti:

  1. SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, dengan fokus pada pengendalian penyebaran penyakit berbasis vektor.
  2. SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, melalui pemanfaatan lalat untuk pengelolaan limbah organik.
  3. SDG 13: Aksi Terhadap Perubahan Iklim, dengan menciptakan inovasi yang mengurangi dampak limbah di perkotaan.

Rizki Maulana Martin: Riset yang Memberdayakan Masyarakat dan Lingkungan
Rizki Maulana Martin mengungkapkan rasa antusiasnya atas kesempatan berharga ini. “Workshop ini tidak hanya memperluas pengetahuan saya dalam mengidentifikasi vektor penyakit, tetapi juga membuka wawasan tentang bagaimana inovasi berbasis ilmu pengetahuan dapat memberikan manfaat ganda bagi kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Rizki.

Rizki juga menambahkan bahwa pengalaman ini memberinya pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana riset dapat diterapkan secara nyata dalam membantu masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh dari workshop ini juga akan menjadi bekal penting baginya dalam menyelesaikan studi sekaligus berkontribusi pada pengendalian penyakit di tingkat nasional dan global.

Dengan kolaborasi antara BRIN, institusi pendidikan, dan mahasiswa, program ini membuktikan bahwa sinergi akademik mampu menghasilkan inovasi yang relevan dan berdampak luas. Program magang seperti ini diharapkan dapat terus mendukung generasi muda untuk menjadi agen perubahan yang menciptakan solusi berbasis ilmu pengetahuan untuk masa depan yang lebih baik.

Penulis: Fikri Wahiddinsyah

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.